DurasiNTB

Lugas & Fakta

Iklan

terkini

Workshop Penyusunan Rekomendasi Dampak Galian C: Menemukan Solusi untuk Pemulihan Lingkungan di Pringgabaya sebagai Upaya Aksi Antisipasi Bencana Banjir Bandang.

Wednesday, February 12, 2025, February 12, 2025 WIB Last Updated 2025-02-13T00:03:20Z



DurasiNTB.com – Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTB menggelar workshop penyusunan rekomendasi terhadap dampak galian C di Kecamatan Pringgabaya. Acara berlangsung di Hotel Lombok Plaza Mataram. Rabu, (12/02/2025).



Kegiatan ini merupakan upaya kolaboratif untuk mencari solusi terhadap permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang batuan, terutama yang beroperasi secara ilegal.



Dalam sambutannya, Direktur LPSDM, Ririn Hayudiani, menegaskan bahwa LPSDM telah lama berkomitmen untuk membangun masyarakat yang tangguh terhadap perubahan iklim dan bencana. Sejak tahun 2014, LPSDM telah mendampingi 28 desa dalam berbagai program adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. 



Saat ini, melalui dukungan Caritas Germany dalam konsorsium ToGETHER, LPSDM menjalankan program "Meningkatkan Aksi Antisipasi untuk Bencana Bandang di Kabupaten Lombok Timur," yang mencakup Desa Seruni Mumbul, Labuhan Lombok, Puncak Jeringo, dan Perigi.



Menurut Ririn, banjir bandang yang terus terjadi di beberapa desa menunjukkan perlunya langkah strategis yang lebih menyeluruh, terutama dalam mengatasi dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal di wilayah hulu dan daerah penyangga. 



“Kerusakan lingkungan ini tidak hanya berdampak langsung pada masyarakat, tetapi juga memberikan beban besar bagi pemerintah daerah yang harus mengalokasikan dana APBD untuk menangani dampak bencana yang berulang akibat eksploitasi yang tidak terkontrol,” jelasnya.



Iwan Setiawan, Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Provinsi NTB, dalam pemaparannya menyatakan bahwa diperlukan tindakan yang lebih tegas dan terkoordinasi dalam pengelolaan tambang guna mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah serta mengurangi risiko banjir bandang. 



"Pengawasan yang lebih ketat terhadap illegal mining, rehabilitasi sungai yang rusak, serta pemberdayaan masyarakat untuk beralih dari kegiatan tambang ilegal ke alternatif ekonomi yang lebih berkelanjutan adalah langkah yang perlu diambil. Tanpa kebijakan dan mitigasi yang tepat, risiko banjir bandang dan kerusakan lingkungan akan terus meningkat, merugikan masyarakat serta ekosistem secara keseluruhan," ungkapnya.



Didik Mahmud Gunawan Hadi, Kepala Bidang Penataan Lingkungan dan Pengawasan Lingkungan DLHK Provinsi NTB, menyoroti bahwa maraknya pengaduan masyarakat terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) disebabkan oleh minimnya pembinaan dan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar regulasi. 



"Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2022, Inspektur Tambang memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan dan melaporkannya kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti. Namun, dalam praktiknya, pengawasan yang dilakukan masih sangat terbatas karena banyaknya aktivitas tambang yang harus diawasi," paparnya.



Sebagai solusi atas keterbatasan pengawasan, Didik Mahmud mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Pengawasan Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan MBLB agar pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan lebih efektif dan menyeluruh.



Dalam sesi diskusi, fasilitator workshop, Idham Chalid, menyoroti dua aspek utama dalam tata kelola pertambangan:



Pengendalian dan Penertiban Penambangan Ilegal – Penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dan dinas terkait.



Pembinaan dan Pengawasan Penambangan Legal – Pengawasan pertambangan menjadi tanggung jawab Inspektur Tambang, Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, serta sektor lainnya, termasuk peran aktif masyarakat.



Idham menegaskan bahwa tata kelola tambang tidak bisa dianggap remeh karena melibatkan aspek teknologi, finansial, sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. 



“Jika tidak dilakukan dengan tatanan yang benar, maka akan terjadi kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan,” ujarnya.



Sementara itu, Sulistyo dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) NTB menambahkan bahwa rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dalam workshop harus berdasarkan analisis kelemahan kebijakan/regulasi yang ada. 



“Harus dipetakan, apakah solusi terbaik adalah perubahan peraturan menteri, peraturan gubernur, atau bentuk kebijakan lainnya? Karena saat ini ada tambang yang berizin, tetapi faktanya tetap merusak lingkungan, termasuk alur sungai yang rusak akibat lalu lintas truk pengangkut material,” jelasnya.



Sulistyo juga menyoroti pentingnya reklamasi oleh penambang sebagai bentuk tanggung jawab lingkungan. “Tidak harus menunggu izin habis baru melakukan reklamasi. Jika sudah ada kerusakan, kita harus memastikan ada kebijakan yang memaksa penambang untuk segera melakukan pemulihan lingkungan,” tambahnya.



Melalui workshop ini, diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi konkret yang dapat diimplementasikan secara efektif untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan serta mengurangi risiko bencana akibat eksploitasi tambang yang tidak bertanggung jawab.



"LPSDM dan para mitra berharap rekomendasi ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan yang lebih berpihak pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat", pinta M.Azri Imaduddin, Koordinator Program Adaptasi Perubahan Iklim dan Kebencanaan LPSDM. (*)


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Workshop Penyusunan Rekomendasi Dampak Galian C: Menemukan Solusi untuk Pemulihan Lingkungan di Pringgabaya sebagai Upaya Aksi Antisipasi Bencana Banjir Bandang.

No comments:

Post a Comment

Terkini

Iklan