Mataram - Disinyalir intimidasi jurnalis, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB desak Polisi tegakkan pasal pidana yang relevan untuk menjerat pelaku. Atas dugaan kekerasan atau intimidasi yang dimaksud, IJTI menyampaikan keprihatinan yang dialami Yudina, seorang jurnalis perempuan saat menjalankan tugas jurnalistik.
Kasus itu terjadi ketika Yudina berupaya melakukan konfirmasi berupa wawancara kepada salah seorang pengembang perumahan atau developer terkait dampak bencana banjir yang ditimbulkan pada selasa pagi (11 februari 2025).
IJTI NTB mendesak penegak hukum profesional dan memberikan atensi dalam kasus tersebut, karena melibatkan kelompok rentan sebagai korban dugaan intimidasi. Polisi didorong tidak ragu menerapkan pasal-pasal yang mengikat profesi sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap jurnalis.
“Apapun bentuknya tindakan kekerasan atau intimidasi berupa verbal atau fisik, tidak boleh ditoleransi. Terlebih yang menjadi korban seorang jurnalis perempuan, yang merupakan kelompok rentan. Pelaku harus diproses hukum,” tegas Riadis Sulhi usai mendampingi giat pelaporan korban ke polres mataram Rabu siang.
Riadis berharap Langkah pelaporan dugaan intimidasi dan kekerasan menjadi komitmen seluruh Lembaga profesi dan diatensi oleh rekan-rekan pewarta agar menjadi momentum awal membangun kekompakan sekaligus pembelajaran bagi Tindakan tidak terpuji kepada para kuli tinta selama ini.
“Kita harus komit dan kompak menyuarakan protes Bersama. Ini menjadi Langkah awal untuk menguji undang-undang pers pasal 40, sekaligus memastikan perlindungan negara terhadap awak media,” tegasnya.
Sebagai bahan pertimbangan dalam kasus Yudina, IJTI NTB berharap aparat dapat mempertimbangkan sejumlah pasal pidana yang relevan untuk menjerat dugaan intimidasi tersebut.
Tiga pasal tersebut adalah pasal 335 undang-undang KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, pasal 18 Undang-Undang pers nomer 40 tahun 1999 tentang kegiatan menghalang-halangi proses pencarian informasi, serta pasal 352 KUHP tentang Tindakan penganiayaan ringan yang menyebabkan tekanan psikologis dan terhalangnya korban untuk bekerja.
“Kami mendorong kasus ini diselesaikan sesuai proses hukum, APH tidak perlu ragu menerapkan pasal-pasal yang relevan, tiga pasal itu ada sanksi pidananya,” jelasnya.
IJTI NTB mengajak organisasi profesi dan rekan-rekan media mengawal kasus ini agar tetap bergulir sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
“Kita akan kawal, pantang mundur, apapun hasilnya nanti,” pungkasnya (W@N)
No comments:
Post a Comment