DurasiNTB

Lugas & Fakta

Iklan

terkini

Pro Kontra RUU EBET, Ketum Serikat Pekerja PT PLN Abrar Ali: Sebaiknya Pembahasannya Setelah Pelantikan Rezim Baru.

Friday, July 12, 2024, July 12, 2024 WIB Last Updated 2024-07-12T08:56:15Z


Opini - Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Abrar Ali menyatakan, keinginan pemerintah untuk memasukkan soal power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) hendaknya jangan dipaksakan hanya sekadar  memenuhi “syahwat politik” rezim yang akan berakhir pada Oktober mendatang. Penolakan terhadap RUU tersebut juga hingga kini masih saja bergulir dari para stakeholder. Ini membuktikan RUU tersebut masih menyimpan sejumlah potensi masalah yang dapat dipastikan akan merugikan masyarakat dan negara nantinya. Baiknya, pembahasan soal RUU khususnya soal skema power wheeling, dilanjutkan pada periode rezim berikutnya. 


Hal itu disampaikan Ketua Umum Serikat Pekerja PT.PLN (Persero) Abrar Ali, pada sejumlah media pada Rabu (11/7), menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, yang menyatakan bahwa pemerintah tidak ragu dan mendorong skema power wheeling masuk RUU EBET, dikutip dari Tempo (9/7) lalu.


Menurut Abrar, kekhawatiran Menteri ESDM Arifin Tasrif terhadap kemungkinan ketidakmampuan PLN menyediakan energi listrik apabila terjadi demand yang tinggi, terkesan sangat didramatisasi. “Terlalu didramatisasi soal lonjakan demand tersebut. Buktinya, hingga saat ini kita masih eksis melayani kebutuhan listrik masyarakat dan dunia industri. Soal nanti ada lonjakan demand, PLN akan mengantisipasinya dengan pertumbuhan jumlah pembangkit baru. Jadi jangan terlalu didramatisasi, kasihan rakyat. Rakyat kini sudah lelah menghadapi ekonomi yang sedang morat-marit ini,” kata Abrar.


Lebih jauh disampaikan, terkait soal power wheeling masih harus membutuhkan kajian yang lebih lanjut. “Kan masih ada penolakan, Buktinya, saat rapat tersebut, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menyatakan pihaknya menolak skema power wheeling dimasukan dalam RUU EBET, karena tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta. Ada implikasi yang krusial, PLN menjadi tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS)“ ungkap Abrar mengutip pernyataan Mulyanto dari sejumlah media.


Penolakan yang sama ungkap Abrar juga disampaikan, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Menurut Fahmy, kata Abrar, skema power wheeling berpotensi menambah beban APBN dan merugikan negara. Alasannya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan nonorganik hingga 50 persen. Penurunan ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Dampaknya dapat membengkakkan APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN, sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian. Terhadap rakyat, penetapan tarif listrik yang diserahkan kepada mekanisme pasar akan membuat tarif listrik bergantung demand and suplai.


Adapun terkait pro kontra soal power wheeling tersebut sambung Abrar, sebaiknya pembahasan RUU EBET  dilanjutkan pada masa presiden periode 2024-2029 mendatang. 


"Jadi kita masih ada waktu untuk melakukan pembahasan, sehingga tidak ada yang dirugikan. Jangan hanya ingin memaksakan “syahwat politik” karena rezim saat ini akan berakhir pada Oktober mendatang. Kasihan rakyat jangan sampai nantinya menjadi beban negara," ujar Abrar.(red).

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Pro Kontra RUU EBET, Ketum Serikat Pekerja PT PLN Abrar Ali: Sebaiknya Pembahasannya Setelah Pelantikan Rezim Baru.

No comments:

Post a Comment

Terkini

Topik Populer

Iklan