MATARAM - Anggota Komisi I DPRD NTB H. Najamudin Moestafa mengingatkan Penjabat Gubernur NTB HL Gita Ariadi untuk bertindak netral dan profesional. Penjabat Gubernur menurut Legislator dari kalangan ulama ini, memiliki dua pekerjaan besar, yakni membenahi tata kelola birokrasi yang disebutnya kacau balau dan tata kelola keuangan daerah yang amburadul selama pemerintahan gubernur dan wakil gubernur H Zulkieflimansyah-Hj Sitti Rohmi Djalilah.
“Pejabat Gubernur harus netral dan independen. Dia bukan pejabat yang dipilih oleh rakyat secara langsung melalui proses politik. Penjabat Gubernur merupakan birokrat murni yang hanya sementara mengisi jabatan politik,” kata H. Najamudin, kepada awak media, Ahad (1/10/2023).
Politisi asal Lombok Timur ini kemudian mengurai bagaimana wujud birokrasi selama era pemerintahan Zul-Rohmi yang disebutnya kacau balau. Antara lain dengan banyaknya staf khusus yang diangkat oleh Zul-Rohmi, yang berada di SKPD lingkup Pemprov NTB. Jumlah staf khusus yang lebih dari 40 orang kata Najamuddin, tidak pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Sebagai pejabat yang netral dan independen, maka Penjabat Gubernur NTB kata Najam, harus memberhentikan seluruh Staf Khusus ini. Apalagi, keberadaan mereka kini sudah menjadi temuan dan sedang ditelisik oleh Badan Pemeriksa Keuangan, mengingat jumlah anggaran daerah yang dikeluarkan untuk membayar gaji seluruh staf khusus ini sangat besar. Bisa mencapai Rp 2,5 miliar setahun. Sementara hasil kinerja dan kemanfaatan mereka sama sekali tidak jelas dan tidak terukur.
”Hanya di pemerintahan Zul-Rohmi ini ada Staf Khusus yang seabrek-abrek. Karena itu, kita suarakan agar Penjabat Gubernur NTB mengevaluasi dan memberhentikan Staf Khusus tersebut,” tandasnya.
Legislator yang pernah memimpin Badan Kehormatan DPRD NTB ini menegaskan, sebagai birokrat murni yang kini mendapat amanah memimpin daerah, Penjabat Gubernur tidak perlu balas jasa pada pihak manapun. Karena itu, tidak harus pula muncul rasa sungkan untuk memberhentikan Staf Khusus tersebut.
Bukti berikutnya yang disodorkan Najamuddin bagaimana amburadulnya birokrasi NTB lima tahun terakhir adalahnya apa yang disebutnya terlalu banyak ”Naturalisasi Pegawai”. Pemerintahan Zul-Rohmi kata TGH Najam, telah membuat jajaran birokrasi Provinsi NTB benar-benar bekerja dengan tidak nyaman. Sebab, Zul-Rohmi mendatangkan begitu banyak pegawai dari kabupaten/kota. Bahkan, kata politisi Partai Amanat Nasional ini, banyak di antara para pegawai itu yang hanya staf di kabupaten/kota, namun tiba-tiba malah menjadi pejabat eselon III di Provinsi NTB.
”Birokrasi juga jadi kacau balau dengan banyaknya mutasi yang dilakukan. Catatan kami di Komisi I DPRD NTB, mutasi yang dilakukan sudah 56 kali dalam lima tahun. Itu sama saja, tiap bulan ada mutasi dan pelantikan,” tandasnya.
Najamuddin menegaskan, dirinya tidak anti dengan pindahnya pegawai dari kabupaten/kota ke Pemprov NTB. Namun, apa yang dilakukan pemerintahan Zul-Rohmi dinilainya sudah di luar nalar, lantaran ”Naturalisasi Pegawai” yang sudah terlalu banyak dan dengan terang benderang disebut dia mengabaikan System Merit yang merupakan salah satu prasyarat terwujudnya reformasi birokrasi.
Banyak pula kata dia, pegawai-pegawai yang merupakan bagian dari ”Naturalisasi” tersebut sudah teramat biasa bekerja dengan pola pikir lingkup dan skala kabupaten. Sehingga, ketika mereka pindah untuk menjalankan tugas dengan level dan skala provinsi, kadang mereka keteteran, atau paling tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk adaptasi dan menyesuaikan diri.
”Kita minta kepada Penjabat Gubernur untuk mengembalikan pegawai-pegawai hasil ”Naturalisasi” itu. Yang dari Lombok Timur kembalikan ke Lombok Timur. Yang dari Bima kembalikan ke Bima. Dari Dompu, kembalikan ke Dompu. Dari Sumbawa kembalikan ke Sumbawa. Sudah saatnya memprioritaskan pegawai provinsi yang sejak awal pengangkatan mereka memang di Provinsi,” tegasnya.
Masih terkait birokrasi, Najamuddin juga menyoroti masalah tenaga honorer lingkup Pemprov NTB. Komisi I DPRD NTB mendapat informasi yang membuat mata membelalak, bahwa jumlah tenaga honorer di Provinsi NTB mencapai 17 ribu orang.
”Ini benar-benar tidak masuk akal. OPD-nya sedikit. Benar nggak jumlahnya segitu. Jumlah pegawai negerinya saja 12.000 Pemprov ini. Masak jumlah honorernya 17 ribu. Di mana ditempatkan mereka,” tandasnya
Terkait tenaga honorer ini, Komisi I sudah mengagendakan rapat kerja dengan Kepala BKD NTB. Surat resmi telah dilayangkan. Namun, rapat tersebut masih harus ditunda lantaran berbagai agenda kesibukan Kepala BKD NTB. Komisi I ingin agar masalah tenaga honorer ini dibuka terang benderang. Keberadaan mereka harus diperjelas by name by adress.
Hal tersebut kata dia perlu dilakukan, sebab pihaknya sudah terlalu banyak mendengar kabar miring terkait tenaga honorer ini. Ada pihak yang meyakini kata TGH Najam, bahwa ada di antara nama tenaga honorer tersebut fiktif. Sehingga, untuk menghindari munculnya syak wasangka, maka data riil by name by adress tenaga honorer ini harus dibuka terang benderang.
”Bayangkan, kalau 1.000 saja merupakan tenaga honorer fiktif. Kalau mereka mendapat gaji Rp 2,5 juta sebulan, berapa banyak uang daerah yang diselewengkan. Itu kalau seribu. Bagaimana kalau tiga ribu, bagaimana kalau lima ribu,” tandasnya.
Dia pun dengan tegas meminta agar Penjabat Gubernur turun tangan dan membantu untuk membuka keberadaan tenaga honorer yang jumlahnya 17 ribu orang ini secara terang benderang.
”Kita minta datanya. Sampai lubang semut pun, kita akan kejar masalah honorer ini agar terang benderang,” tandasnya.
Terkait tata kelola keuangan daerah, Najamuddin memberikan bukti bagaimana amburadulnya. Antara lain kata dia, terkait munculnya utang Pemprov NTB yang nilainya ratusan miliar kepada kontraktor yang telah menuntaskan pengerjaan proyek milik Pemprov NTB, sebuah sejarah buruk yang belum pernah terjadi di pemerintahan sebelumnya. Hingga Zul-Rohmi meletakkan jabatan pada 19 September 2023, masalah utang kepada kontraktor tersebut ternyata belum juga tuntas dan harus diselesaikan oleh Penjabat Gubernur NTB.
Selain itu, jika benar bahwa jumlah tenaga honorer lingkup Pemprov NTB mencapai 17 ribu orang, maka Najamuddin meyakini, gaji tenaga honorer ini sudah pasti akan menyebabkan keuangan daerah terseok-seok, mengingat jumlah dana yang sangat besar harus disiapkan untuk mengaji mereka.
Setidaknya kata dia, dengan gaji Rp 2,5 juta tiap orang tiap bulan, butuh sedikitnya Rp 42,5 miliar uang daerah untuk mengaji tenaga honorer ini tiap bulan. Yang berarti dalam setahun, diperlukan dana sebesar Rp 510 miliar atau setengah triliun.
”Kita minta Penjabat Gubernur untuk jangan ragu-ragu mengungkapkan hal ini. Kita akan memberikan dukungan penuh. Kita akan back up Penjabat Gubernur terkait hal ini,” kata Najamuddin memberi garansi.
Hal lain yang menyangkut pengelolaan keuangan dan memerlukan penjelasan lebih lanjut tambah dia adalah Program Beasiswa yang telah digelontorkan pemerintahan Zul-Rohmi dalam lima tahun terakhir. Ratusan miliar uang daerah telah dihabiskan untuk program beasiswa ini.
Kini setelah lima tahun, sudah waktunya pencapaian program beasiswa ini dibuka ke publik. Siapa mereka para penerima beasiswa ini. Setelah mereka lulus, apa peran dan kontribusi para penerima beasiswa ini kepada daerah, harus dibuka secara jelas. Sebab, menurut nya meniadakan indikasi, para penerima beasiswa justru setelah menamatkan pendidikan, hanya banyak berkontribusi kepada lembaga-lembaga yang terafiliasi pada figur dan kelompok-kelompok tertentu.
”Ini baru satu hal yang menyangkut Sumber Daya Manusia saja. Ini saja sudah sedemikian banyak yang menuntut hadirnya penjelasan. Apalagi kalau kami sudah bicara tentang Sumber Daya Alam selama pemerintahan Zul-Rohmi,” tandasnya.
Dia pun mengingatkan, bahwa langkah pihaknya meminta agar Penjabat Gubernur menyelesaikan dan membuka masalah yang terkait SDM ini, bagian dari tolong menolong dalam kebaikan.
”Tolong menolong dalam kebaikan itu perintah Allah. Sebagai umat Muslim, kewajiban kita untuk menjalankannya,” tutupnya sembari menukil Alquran Surat al-Maidah Ayat 2 yang terkait perintah tolong menolong dalam kebaikan dan takwa tersebut. ( red)
No comments:
Post a Comment