DR. Retno Sirnopati M.Hum |
Lombok Timur – Adanya penyelenggara Pemilu (Pemilihan Umum) di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) diduga memiliki ikatan perkawinan. Di mana suaminya kini tengah menjabat sebagai Anggota Panwaslu Kecamatan sedangkan istrinya terpilih menjadi anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS). Padahal dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2018 Pasal 36 huruf i telah dijelaskan bahwa salah satu syarat menjadi anggota PPK, PPS dan KPPS ialah tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara.
Atas kejadian itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lombok Timur DR. Retno Sirnopati M.Hum langsung mengambil tindakan dengan meminta salah satu dari pasangan suami istri tersebut harus mengundurkan diri. Hal tersebutpun langsung dikonfirmasi ke yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi.
"Tadi setelah informasi itu masuk, Kami langsung menghubungi yang bersangkutan, Hasilnya, Istri dari anggota panwaslu ini, akan segera membuat surat pernyataan pengunduran dirinya," Terangnya. Selasa (24/1/2023)
Dijelaskan Retno, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu pada Pasal 1 poin 7 juga menyebutkan bahwa yang dimaksud penyelenggara ialah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu, terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.
"Atas dasar aturan inilah sehingga salah satunya harus mundur, dan Istrinya tadi siap untuk mengundurkan diri,"ujarnya
Sementara itu, Terkait itu, Ketua KPU Lombok Timur Dr. M. Junaidi, dengan tegas menyatakan bahwa tidak boleh penyelenggara pemilu memiliki satu ikatan perkawinan dengan penyelenggara lain. sebab larangan itu, dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai 10. 000. "Itu bermaterai lo, 10.000," tandasnya.
Karena itu, kata M. Junaidi, Ia selalu mempertanyakan hal itu kepada setiap pendaftar di KPU, baik PPK maupun PPS apakah mereka punya ikatan perkawinan dengan penyelenggara lainnya. Bahkan, ada beberapa orang yang mengaku tidak tahu ada aturan seperti itu yang melarang penyelenggara pemilu memiliki ikatan perkawinan dengan penyelenggara lainnya.
"Ya itu tidak boleh, termasuk Pantarlih pun besok tidak boleh, betul ini supaya diingatkan teman-teman ini bahwa KPPS, PPS itu tidak boleh (berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara -red)," pungkasnya. (Dntb).
No comments:
Post a Comment